Hiduplah sepasang suami istri yang bahagia. Istrinya yang cantik dan shalihah
bernama Fauziah binti Abdullah. Suaminya yang tampan bernama Salam bin Sufyan.
Semua orang menilai mereka pasangan ideal yang taat beribadah walau keadaan
ekonomi mereka biasa saja. Mereka adalah pasangan yang sabar menanti rezeki dan
segala hal yang diatur oleh Allah.
Kecantikan
Fauziah binti Abdullah sesungguhnya membuat semua lelaki iri kepada Salam bin
Sufyan. Salah satunya adalah seorang saudagar kaya yang belum menikah di kota
itu, bernama Husein bin Ishak. Husein bin Ishak selalu mengintip ke mana pun
Fauziah pergi. Perasaan Husein gundah dan sangat menginginkan Fauziah. Karena
tidak kuat menahan gelisah, dia mengatakan hal itu kepada sahabatnya, Ismail
bin Sholeh.
“Ya
Allah, kau jatuh cinta kepada perempuan bersuami. Apakah tidak ada perempuan
lain selain dia?” tanya Ismail terkejut.
“Aku
sangat mencintainya. Bahkan aku rela menukar apa pun untuknya,” kata Husein
yakin.
Mereka
lalu menyusun rencana untuk memisahkan suami istri itu. Ismail mengatakan akan
membantu Husein memperistri Fauziah. Ismail mendatangi rumah Fauziah dan Salam.
“Wahai
Sahabatku, saudagar kaya bernama Husein bin Ishak ingin bertemu denganmu,” kata
Ismail pada Salam.
Salam
sangat kaget dengan undangan itu. Bagaimana mungkin seorang saudagar kaya
mengundang orang miskin sepertinya. Salam lalu memenuhi undangan Husein dengan
hati yang dipenuhi tanda tanya.
Ya…
rupanya Husein sangat tau kelemahan orang miskin seperti Salam kendati Salam
adalah orang ahli ibadah. Apa boleh buat Husen sudah terlanjur terpana dengan
pancaran kecantikan akhlaq dan spiritual Fauziah, bagi dia banyak harta adalah
hal yang biasa, tidak ada yang istimewa dari semua harta dan kekayaan yang
dimilikinya, namun pancaran cahaya spiritual seorang wanita sholehah baru dia
rasakan ada pada diri Fauziah.
Sampailah
Salam di kediaman Husein yang sangat indah. Salam merasa undangan dari Husein
merupakan penghargaan baginya dan dia merasa bahwa ini bisa menjadi jalan bagi
kehidupannya.
“Selamat
datang, Sahabatku,” sambut Husein ramah.
Salam
menjadi kikuk dengan panggilan sahabat.
“Assalamu’alaikum,”
katanya bergetar.
“Wa’alaikumsalam.
Anggaplah ini sebagai rumahmu sendiri,” kata Husein. “Aku ingin berbincang
denganmu. Itu sebabnya, aku memanggilmu,” lanjut Husein.
“Apa
gerangan yang membuat kau memanggilku. Katakanlah, aku akan membantu jika
memang kau membutuhkan bantuanku,” jawab Salam.
“Bagaimana
keadaanmu?” tanya Husein.
“Aku
baik-baik saja, sungguh pun aku dan istriku berada dalam kemiskinan,” Salam
berpikir dengan mengatakan hal itu, Husein akan memberian sesuatu padanya.
“Ya,
aku tahu mengenai itu. Itulah sebab aku memanggilmu.”
Apa
yang dikatakan Husein membuat Salam terperanjat.
“Bagaimana
keadaan istri mu?” tanya Husein.
“Istriku?
Dia adalah perempuan salihah dan sabar menghadapi ujian ini. Dia tidak pernah
mengeluh dan tetap mengabdi kepadaku sebagai suaminya. Selain itu, yang
membuatku bangga adalah kecantikannya tidak pernah memudar walau kesulitan
melilit kami. Dia selalu merasa bahagia,” jawab Salam bersemangat ketika
bercerita mengenai Fauziah.
“Apa
yang terjadi jika kalian bercerai?” Husein bertanya tanpa ragu.
“Ah,
ada-ada saja. Aku sangat mencintainya dan hanya Allah yang akan memisahkan
kami,” jawab Salam.
“Hmmm,
maksudku... aku ingin menukar istrimu dengan separuh harta yang kumiliki
untukmu,” kata Husein.
“Maksudmu?”
“Sejak
lama, aku memendam cinta pada istrimu, bahkan rasa cinta itu membuatku gelisah
sepanjang malam. Aku tidak bergairah melakukan apa pun, yang terbayang hanyalah
istrimu dan aku ingin melamarnya. Karena itulah aku memanggilmu. Aku ingin
berbagi kisah sedih ini denganmu. Apakah perasaanku wajar? Bahkan aku rela
menukar apa pun untuk seorang Fauziah,” Husein mengatakan itu dengan agak
gemetaran.
Salam
tidak mengatakan apa-apa. Pikirannya berkecamuk antara cinta dan harta. Jika
dia memilih Fauziah, hidupnya akan tetap miskin. Jika dia melepaskan Fauziah,
dalam hitungan detik dia menjadi kaya raya. Apa yang akan dipilihnya.
“Semua
keputusan ada di tanganmu,” ujar Husein.
“Berikan
aku waktu untuk berpikir,” pinta Salam.
Di
tengah perjalanan bisikan nafsu dan syetan bersatu padu menjebol benteng
keimanan Salam dan mengaduk-aduk isi otaknya agar Salam sepakat dengan sebuah
persepsi bahwa Harta bisa membeli segalanya termasuk mengganti Fauziah dengan
wanita lain yang lebih muda, cantik, sexy dan sholehah tentunya, begitulah
bisik nafsu Salam.
Lalu
pulanglah Salam ke rumahnya. Ditemuinya Fauziah istrinya dan memberitahukan
perbincangannya dengan Husein. Fauziah sangat terkejut dengan apa yang
dikatakan suaminya. Timbul perasaan waswas dalam hatinya. Sampai suatu hari,
akhirnya Salam mengambil keputusan untuk menceraikan Fauziah.
“Ya
Allah…..Suamiku telah menceraikan aku, Engkau Maha Tau atas diriku, ku serahkan
diri ini hanya untuk mengabdi padaMU, hanya KehendakMUlah yang terbaikuntuk aku
turut ”, tangis Fauziah dalam doanya.
Selanjutnya,
Salam mengatakan kepada Husein bahwa dia sudah menceraikan Fauziah dan dia
menuntut janji Husein yang akan memberikan separuh hartanya. Seluruh masyarakat
mempergunjingkan hal itu. Semua orang yang mengetahui peristiwa yang dianggap
memalukan itu; memilih harta dibandingkan cinta. Ya…Salam menceraikan Fauziah
karena harta.
Setelah
masa idah Fauziah habis, Husein datang meminang Fauziah. Fauziah mengatakan
akan melakukan shalat istikharah sebelum menolak atau menerima pinangan Husein.
“
Ok, Aku setuju untuk menunggu,” kata Husein dengan tegas.
Tibalah
hari memberi kabar mengenai jawaban yang diberikan Allah atas shalat istikharah
Fauziah. Orangtua Fauziah mengutus salah satu kerabat ke rumah Husein.
“Wahai
Sahabatku, jawaban dari Allah untuk pinanganmu adalah menerimamu sebagai suami
bagi Fauziah.”
Betapa
bahagia hati Husein. Pernikahan diselenggarakan dengan meriah. Husein dan
Fauziah hidup berbahagia.
Lain
ceritanya dengan Salam, Salam yang telah hidup bergelimang harta rupanya
mendengar kebahagiaan mereka. Hatinya terbakar api cemburu. Dia membayangkan
mantan istrinya yang cantik, salihah, dan sabar, kini telah menjadi milik orang
lain. Kecemburuan itu membuat kesehatannya memburuk. Akhirnya, Salam jatuh
sakit. Biaya pengobatan yang besar lambat laun membuat hartanya habis dan dia
kembali jatuh miskin.
Sahabat,
memang hanya orang yang mampu bersabar saja yang akan mendapatkan kegembiraan
dan kebahagiaan pada setiap akhir episode drama kehidupan ini, begitulah Allah
sudah kasih kabar kepada kita sebelumnya :
“Dan
kami pasti akan menguji kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan
harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang
yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka
mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun” (sungguh, kami adalah
milik Allah dan kepada-Nya kami kembali), Mereka itulah yang mendapat
keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah
orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah (2) : 155-157).
Rasulullah
SAW juga pernah berpesan, “Sungguh, amat mengagumkan keadaan orang beriman itu,
karena semua urusannya itu baik baginya. Bila ia mendapat nikmat (kebahagiaan),
dia bersyukur, maka itu menjadi kebaikan baginya. Dan bila ditimpah musibah,
dia bersabar, maka itu menjadi kebaikan baginya.” (HR. Muslim).
Wajah
Cantik Jelita dan Tampan Rupawan memang salah satu anugerah tersendiri bagi
yang ‘merasa’ dirinya cantik atau Tampan, namun sejatinya setiap kita dicipta
oleh Allah SWT dengan sebaik-baik ciptaan, walau diantara kita ada yang merasa
‘kurang’ dalam tampilan fisiknya.
Bukankah
kita sering menyaksikan banyak orang yang cantik jelita atau tampan perkasa,
namun jika kita ketemu dia begitu ‘muak’ nya kita melihatnya, itu karena
perilaku dan akhlaknya sangat menyakitkan banyak orang, tetapi tidak sedikit
orang yang cantik atau tampannya pas-pasan namun begitu sejuk dipandang dan
begitu menenteramkan jika kita berada didekatnya.
Sahabat,
sejatinya raga ini hanyalah sebuah BAYANGAN TIGA DIMENSI dari sebuah
KESEMPURNAAN yang ada dibaliknya yaitu RUH kita, bayangan itu terpantul dari
sebuah cermin yang bernama HATI, Ruh kita membawa sifat-sifat Ketuhanan yang
begitu sempurna yang akan dipantulkan melalui CERMIN HATI, apa yang terjadi
jika Cermin itu kotor ? ya… kesempurnaan itu tidak akan terlihat jelas pada
bayangan itu, sebaliknya jika cermin itu bersih maka bayangan tiga dimensi itu
akan terlihat begitu sempurna bahkan mengagumkan bagi setiap mata yang
melihatnya, jika mata yang melihat itu juga memiliki Cermin Hati yang bersih.
“
Tidaklah mereka berjalan di muka bumi, agar mereka memiliki hati yang dengannya
mereka dapat memahami, dan mereka memiliki telinga yang dengannya mereka dapat
mendengar, karena sesungguhnya bukan mata yang buta, tapi hati yang di dalam
dada yang buta. (QS.Al-Hajj :46 )
Kisah
diatas BUKAN UNTUK DIPRAKTEKKAN lho ya, tapi cukup kita ambil pelajarannya,
bahwa HARTA bukanlah segala-galanya, Allah SWT sangat-sangat Maha Kaya, Dia
memberikan rezeki kepada siapa saja yang dikehendakiNYA tanpa perhitungan dan
tak akan ada seorang yang mampu menolak pemberianNYA, Dia juga sangat-sangat
mudah mencabut seluruh harta kekayaan kita dalam sekejap jika Dia
menghendakinya dan tak satupun orang yang mampu mencegahnya.
Tidak
beda, demikian pula CINTA kita kepada manusia, CINTA bukanlah RASA yang harus
diagung-agungkan, karena RASA CINTA akan memudar ketika apa yang kita cintai
itu menjauh dari perasaan kita bahkan menghilang dari tatapan dan tangan kita.
Ya
ya ya, Hanya HATI yang bersih saja yang akan mampu memancarkan CAHAYA Spiritual
RUHIAH kita meresonansi/mempengaruhi hati orang-orang disekitar kita, bahkan
pancaran cahayanya akan mengekal hingga raga yang hanya sebuah bayangan tiga
dimensi ini menghilang terkubur di kalang tanah.
Berbahagialah
kita yang senantiasa menjaga dan membersihkan HATI ini karena ia adalah cermin
yang akan memancarkan CAHAYA KESEMPURNAAN Ruhiah yang akan menutupi seluruh
CELA yang ada dalam raga ini.
Hanya
Suami yang BODOH saja berani tega meninggalkan Istri Sholehahnya terlantar di
rumahnya atau bahkan dipinta orang lain dan hanya Istri yang TOLOL saja yang
mematikan kesholehan suaminya dengan berbagai macam tuntutan duniawi hingga
kinerja hidupnya menjadi TIDAK EFEKTIF.